Minggu, 11 Juni 2017

TEKTEKAN DI KERAMBITAN TABANAN



Tektekan dilihat dari etimologi atau asal mula terbentuknya suara kata, tektekan berasal dari kata ‘tek’ merupakan bunyi yang dihasilkan oleh instrument sederhana dari bambu yaitu ‘kulkul’ dimainkan dengan cara dipukul dan menghasilkan suara ‘tek’ lalu di jadikan kata benda menjadi TEKTEKAN. Tektekan merupakan salah satu kesenian karawitan khas dari daerah tabanan yaitu tepatnya daerah/kecamatan kerambitan, yang biasanya dipentaskan di pura – pura, selain itu tektakan juga di pentaskan di Puri Agung Kerambitan dan Puri Anyar Kerambitan sebagai hiburan bagi para tamu. Kesenian tektekan pada awal mulanya merupakan suatu ritual atau upacara yang bertujuan untuk mengusir dan menetralisir bala dan wabah penyakit di desa kerambitan tabanan karena pada tahun 1920 warga kerambitan tabanan mengalami musibah grubug/penyakit non medis, yang konon disebabkan oleh mahluk halus, banyak menelan korban dan tentu saja masyarakat pada waktu itu merasa kawatir, untuk mengurangi rasa takut masyarakat berbondong – bondong keluar rumah dan sengaja untuk membuat kegaduhan dengan membunyikan barang – barang bekas yang tidak terpakai. Suara dari benda – benda yang dipukul dan bisa mengeluarkan suara keras diyakini bisa membantu, pada kepercayaan masyarakat setempat disaat seseorang hilang disembunyikan oleh makhluk halus dari dunia lain, maka akan memukul benda yang bisa menimbulkan bunyi di tempat kejadian, dibeberapa tempat lainnya bahkan menggelar bunyi – bunyian dari gong dinamakan tabuh beleganjur sampai akhirnya orang tersebut bisa ditemukan, karena kepercayaan tersebut pula dalam mengusir roh jahat yang menimbulkan wabah, maka tektekan ini digelar.
Sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut tepatnya pada tahun 1930 masyarakat kerambitan kembali mengalami musibah serupa, dan mencoba berbagai cara untuk menghilangi wabah penyakit itu termasuk melakukan upacara ritual mecaru dan kembali membunyikan alat – alat yang bersuara keras, mulai saat itulah kulkul di buat. Selanjutnya setelah tahun 1965 tektekan akhirnya menggunakan cerita Calonarang yang disesuaikan dengan sifat awal terciptanya tektekan sebagai upaya pengusiran roh jahat yang berhubungan dengan bhuta kala kemudian dengan mengarak barong dan Rangda mengelilingi desa, kegiatan seperti ini rutin dilakukan terutama pada hari pengerupukan yaitu sehari sebelum hari raya Nyepi dengan diikuti segenap warga masyarakat Desa Kerambitan.
Adapun instrument yang dipergunakan dalam barungan tektekan adalah dua buah kendang,sebuah kecek, suling, kajar, sepasang gong,serta kulkul yang berjumlah banyak. Seiring berjalannya waktu Tektekan berkembang menjadi suatu seni pertunjukan yang dipentaskan demi kebutuhan pariwisata budaya di desa kerambitan, disaksikan oleh touris domestic maupun mancanegara. Kulkul yang digunakan tersebut memang sudah menjadi benda familiar di Bali. Kulkul tersebut ada terbuat dari bambu ataupun dari sebatang kayu, dipakai masyarakat sebagai alat komunikasi satu arah oleh warga ditempatkan dibanjar, di pura, di pos kamling bahkan beberapa rumah penduduk. Cara memukulnya dibuat bervariasi sesuai kepentingan dan tujuannya. Begitu juga pada saat pergelaran seni tektekan, instrumennya tidak menyuarakan nada tertentu, namun dibedakan dengan bunyi ketukan tinggi ataupun rendah dan ritme yang digunakan berbeda – beda seperti pada bunyi cak pada tari kecak.  

 Gambar diatas ialah alat dari tektekan tersebut. 



DAFTAR PUSTAKA
Subaru, Made. 2014. “Pertunjukan Tektekan yang Sakral di Gemari oleh Wisatawan Asing”. Dalam http://www.kebalilagi.com/pertunjukan-tektekan-yang-sakral-digemari-oleh-wisatawan-asing/. Diunduh pada 1 April 2017.
Sapurta, Oki. 2016. “Tradisi Tektekan Kerambitan Mengusir Roh Jahat di Tabanan”. Dalam http://colekpamor.blogspot.co.id/2016/01/tektekan-mengusir-roh-jahat-di-tabanan.html. Diunduh pada 1 April 2017.
Putudyantara.2013. “Tektekan Kerambitan Tabanan”. Dalam http://blog.isi-dps.ac.id/putudyantara/tektekan-kerambitan-tabanan. Diunduh pada 1 April 2017.
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar