Tektekan
dilihat dari etimologi atau asal mula terbentuknya suara kata, tektekan berasal
dari kata ‘tek’ merupakan bunyi yang dihasilkan oleh instrument sederhana dari
bambu yaitu ‘kulkul’ dimainkan dengan cara dipukul dan menghasilkan suara ‘tek’
lalu di jadikan kata benda menjadi TEKTEKAN. Tektekan merupakan salah satu
kesenian karawitan khas dari daerah tabanan yaitu tepatnya daerah/kecamatan
kerambitan, yang biasanya dipentaskan di pura – pura, selain itu tektakan juga
di pentaskan di Puri Agung Kerambitan dan Puri Anyar Kerambitan sebagai hiburan
bagi para tamu. Kesenian tektekan pada awal mulanya merupakan suatu ritual atau
upacara yang bertujuan untuk mengusir dan menetralisir bala dan wabah penyakit
di desa kerambitan tabanan karena pada tahun 1920 warga kerambitan tabanan
mengalami musibah grubug/penyakit non medis, yang konon disebabkan oleh mahluk
halus, banyak menelan korban dan tentu saja masyarakat pada waktu itu merasa
kawatir, untuk mengurangi rasa takut masyarakat berbondong – bondong keluar
rumah dan sengaja untuk membuat kegaduhan dengan membunyikan barang – barang
bekas yang tidak terpakai. Suara dari benda – benda yang dipukul dan bisa
mengeluarkan suara keras diyakini bisa membantu, pada kepercayaan masyarakat
setempat disaat seseorang hilang disembunyikan oleh makhluk halus dari dunia
lain, maka akan memukul benda yang bisa menimbulkan bunyi di tempat kejadian,
dibeberapa tempat lainnya bahkan menggelar bunyi – bunyian dari gong dinamakan
tabuh beleganjur sampai akhirnya orang tersebut bisa ditemukan, karena kepercayaan
tersebut pula dalam mengusir roh jahat yang menimbulkan wabah, maka tektekan
ini digelar.
Sepuluh
tahun setelah peristiwa tersebut tepatnya pada tahun 1930 masyarakat kerambitan
kembali mengalami musibah serupa, dan mencoba berbagai cara untuk menghilangi
wabah penyakit itu termasuk melakukan upacara ritual mecaru dan kembali
membunyikan alat – alat yang bersuara keras, mulai saat itulah kulkul di buat. Selanjutnya
setelah tahun 1965 tektekan akhirnya menggunakan cerita Calonarang yang
disesuaikan dengan sifat awal terciptanya tektekan sebagai upaya pengusiran roh
jahat yang berhubungan dengan bhuta kala kemudian dengan mengarak barong dan
Rangda mengelilingi desa, kegiatan seperti ini rutin dilakukan terutama pada
hari pengerupukan yaitu sehari sebelum hari raya Nyepi dengan diikuti segenap
warga masyarakat Desa Kerambitan.
Adapun
instrument yang dipergunakan dalam barungan tektekan adalah dua buah
kendang,sebuah kecek, suling, kajar, sepasang gong,serta kulkul yang berjumlah
banyak. Seiring berjalannya waktu Tektekan berkembang menjadi suatu seni
pertunjukan yang dipentaskan demi kebutuhan pariwisata budaya di desa kerambitan,
disaksikan oleh touris domestic maupun mancanegara. Kulkul yang digunakan
tersebut memang sudah menjadi benda familiar di Bali. Kulkul tersebut ada
terbuat dari bambu ataupun dari sebatang kayu, dipakai masyarakat sebagai alat
komunikasi satu arah oleh warga ditempatkan dibanjar, di pura, di pos kamling
bahkan beberapa rumah penduduk. Cara memukulnya dibuat bervariasi sesuai
kepentingan dan tujuannya. Begitu juga pada saat pergelaran seni tektekan,
instrumennya tidak menyuarakan nada tertentu, namun dibedakan dengan bunyi
ketukan tinggi ataupun rendah dan ritme yang digunakan berbeda – beda seperti pada
bunyi cak pada tari kecak.
Gambar diatas ialah alat dari tektekan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Subaru,
Made. 2014. “Pertunjukan Tektekan yang Sakral di Gemari oleh Wisatawan Asing”.
Dalam http://www.kebalilagi.com/pertunjukan-tektekan-yang-sakral-digemari-oleh-wisatawan-asing/.
Diunduh pada 1 April 2017.
Sapurta,
Oki. 2016. “Tradisi Tektekan Kerambitan Mengusir Roh Jahat di Tabanan”. Dalam http://colekpamor.blogspot.co.id/2016/01/tektekan-mengusir-roh-jahat-di-tabanan.html.
Diunduh pada 1 April 2017.
Putudyantara.2013.
“Tektekan Kerambitan Tabanan”. Dalam http://blog.isi-dps.ac.id/putudyantara/tektekan-kerambitan-tabanan.
Diunduh pada 1 April 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar